Terlukis sesosok Adam yang begitu menawan, amat menggoda, dan penuh pesona yang menambatkan pilihan hatinya pada seorang wanita yang dicintainya. Arungi bahtera rumah tangga dalam kebahagiaan dengan kehadiran putra titipan-Nya di tengah-tengah mereka. Namun kebahagiaan itu tak bertahan lama. Di suatu persimpangan, masalah mencuat, bahtera itu goyah, bagai sebuah kapal tenang yang menghantam kerasnya gunung. Semua berawal setelah 3 tahun usia pernikahannya, saat itu istrinya nekad memperjuangkan nasib sendiri tanpa memegang dasar darinya, tak patuh akan perkataannya. Bekerja dengan tidak mencari berkah dari-Nya, dia hanya mencari ketenaran semata, mengenakan sombong sebagai pakaiannya, akhirnya dia terjerumus dalam lubang hitam, pengakuannya cuma “teman bisnis” bahkan juga bersumpah demi Allah dan Rasul-Nya bahwa dia tidak berdusta. Tapi bukti-bukti mencuat, dan dia tak mampu lagi berdusta, semua kebusukan terbongkar. Sejak itulah semua kacau, percekcokan, kebencian, dan ketidakharmonisan mewarnai. Sampai pada akhirnya mereka menginginkan suatu hal yang dibenci Allah. Tak pernah teriring doa teramat miris itu dalam perjalanan cintanya. Teririslah sebuah cinta tulus dengan penghianatan kejam. Kekecewaan dan luka mendalam yang tersisa dalam jiwa sosok yang tangguh itu. Hari-harinya ditemani awan-awan hitam, terasa kelam, pahit, tak ada cinta, bumbu kebencian menjadi santapannya. Dia putus asa, seperti tak ada harapan untuk hidupnya, hatinya sudah kosong, tak kan ada cinta lagi, luka itu membuatnya terperosok dalam jurang yang dalam. Seketika dia berpaling dari “cinta” tak percaya cinta sejati akan menorehkan sejarah dalam hidupnya. Pupus, hancur, mati, baginya....
Perang batin terasa amat menyiksa dirinya, tersisa hanya seuntai mawar layu yang masih dia balut dalam janji kesetiaan yang pernah mereka ucap. Sosok tersebut tak pernah menyalahkan siapa yang membuatnya seperti itu, justru rasa syukur serta kepasrahan pada Sang Khaliq yang membuatnya kuat menghadapi pahit getir takdir.
Dalam masa terpuruknya, sosok itu menghambakan hidup dan matinya hanya pada Sang Pemilik Hidup. Goresan luka yang makin hari makin parah membuatnya rapuh dan tak berdaya menopang beratnya beban di pundak. Maka itu, setiap hembus nafasnya, tak sedikitpun dia mengijinkan lisan maupun hatinya berhenti bertutur menyebut asma-asma Agung-Nya. Hanya lantunan ayat-ayat suci-Nya yang mampu menenangkan dirinya, membawa dirinya dalam ketenangan hakiki. Kesan “alim”, apa adanya, dan keramah-tamahan melekat pada pribadi sosok itu. Pesona sosok itu sungguh mengagumkan, kaum Hawa banyak yang menyukainya, sekedar datang tuk merayu, mendekati untuk mencuri perhatiannya, memandangnya dari dekat, berlama-lama berbincang dengannya, meminta saran, pendapat bijaknya, juga tak segan beberapa wanita menggoda syahwatnya, bahkan mengundangnya untuk melakukan suatu hal yang sakral. Sungguh ironis, di tengah kehancuran hatinya, terlalu banyak godaan yang mendera, tapi sosok tersebut sama sekali tidak silau dengan sajian-sajian, dan riuh-riuh kenikmatan dunia fana, apalagi keelokan wanita, yang sudah meluluh lantahkan hidupnya.
Setiap langkahnya, dia berkelana, berharap ada sejumput kebahagiaan yang bisa dia temukan. Dia tak lancang, ingin membalas perbuatan istrinya dengan mengotori jiwa raganya dengan bercumbu bersama wanita lain. Kebahagiaanya saat ini adalah membuat orang lain tertolong atas secuil jasanya. Jaringan dengan para relasi dia bentangkan luas bahkan hingga ke luar negeri. Tak sedikit pundi-pundi pendapatan dia hasilkan sendiri dari jerih payahnya dan keahlian yang dia miliki. Pengetahuannya yang luas, seakan menambah kesan bahwa dia bukan orang sembarangan, orang yang patut disanjung dan disegani banyak orang. Dia sukses meraih karirnya, seakan penuh keberkahan dalam hidupnya. Dia setia mengabdikan dirinya untuk menjadi manusia berguna dan setiap waktunya tak sedikitpun dihabiskan untuk hal-hal yang tak bermanfaat.
Di kala dia duduk termenung, meratapi nasibnya yang mungkin bagi sebagian orang adalah “tak mungkin bertahan”, dia menjalin chat dengan relasinya, tiba-tiba ada seorang yang meng-add-nya. Tak khayal dia sudah terbiasa dengan hal seperti itu. Ternyata new friend-nya itu adalah seorang wanita yang sudah dia kenal. Wanita yang lebih muda dari sebayanya. Usianya masih dapat dipredikatkan dalam usia pertumbuhan, jauh dari hitungan masanya, terlihat wanita itu ingin kenal dekat dengannya. Sosok itu menyambut baik niat wanita itu tapi, dia tak akan terpengaruh oleh wanita itu, menurutnya sudah menjadi keseharian bertemu dengan wanita “seperti itu”. Terlahir dengan cetakan fisik hampir sempurna, dimana setiap mata memandang, wanita itu dapat memberikan gairah yang luar biasa. Kebanyakan orang menuding dirinya sama dengan wanita-wanita lainnya, yang suka menggoda, mempermainkan cinta, menghabiskan waktunya berduaan dengan pasangannya di tempat sepi, pacarnya dimana-mana, mengumbar sesuatu yang berbahaya bagi lawan jenisnya, sering membantah orang tuanya, tak peduli akan tugas dan kewajibannya dan melupakan agama. Awalnya sosok tersebut tak menaruh kekaguman apalagi ketertarikan pada wanita itu. Keraguan bahwa wanita itu bisa menjerumuskannya sempat melayang di pikirnya. Trauma yang mendalam terhadap wanita, membuatnya menjaga jarak. Tak sedikitpun dia menaruh harapan akan mengenal wanita itu dalam hidupnya. Meski dia telah tersakiti oleh wanita, dia tetap memperlakukan wanita sebagai sosok yang terhormat dimatanya, yang harus diperlakukan lembut. Begitu pun juga wanita itu, ternyata dia hanya berniat memperbaiki diri dalam menapaki kehidupan, belajar melihat apa itu hidup, dan bagaimana dia harus menjadi seorang wanita sempurna dalam balutan agama. Perlahan, sosok tangguh itu dapat mengenal wanita itu kurang dari 1 bulan, meski hanya sebatas mengikuti pembentukan jati dirinya. Tak sedikit sosok itu menyalurkan ilmu-ilmu bermanfaat, pengetahuan, nasihat-nasihat, serta petuahnnya yang amat menyegarkan batin. Ilmu bisnis, IPTEK, dan agama yang amat kontras dengan kehidupannya sekarang dan masih banyak lagi..
Ketika dia menggambarkan tentang kehidupan, raut kesedihan tampak. Awalnya dia tak mau terbuka tentang aibnya. Wanita itu meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Entah apa yang membuat sosok itu begitu mempercayai wanita yang baru dikenalnya itu menjadi wadah berbagi keluh kesahnya. Akhirnya dia menguraikan semua masalah, beban, dan kesakitan yang di derita. Dia pikir dengan bercerita, akan meringankan sedikit beban sekaligus memberikan pelajaran hidup berharga bagi wanita itu kelak. Setiap jari-jarinya dia gerakkan untuk menuliskan kisahnya. Tiap hari muram, tapi sosok itu sanggup bertahan dan memaafkan istrinya, disaat 100 lelaki mungkin tidak bisa memaafkan. Hanya itu yang bisa dia lakukan, betapa sakit hatinya tercabik keras, dia sadar, sakit hati adalah kodratnya yang tak bisa dihindari dalam hidupnya. Suasana berubah haru. Tetesan air mata menemani setiap pesan singkat yang ditulisnya. Tangis dari dalam hatinya yang menjerit pilu, ungkapan-ungkapan penderitaan dari setiap pesan singkatnya mampu membuat wanita itu tersadar bahwa dia sedang berhadapan dengan sosok yang begitu mulia di sisi-Nya, pilihan-Nya, dan pemilik hati yang amat lembut. Wanita itu tak bisa berkutik melihat sosok rapuh itu memiliki kekuatan iman yang luar biasa pada-Nya . Dia mencoba untuk membangun kembali harapan-harapan yang sempat runtuh, mengokohkan tiang-tiang yang hampir kropos, dia memberikan ikhtisar- ikhtisar yang insya Allah dapat membangkitkan semangatnya. Tersebutlah bahwasanya Istri-Istri Penghuni Al Jannah memiliki pesona dan kecantikan masing-masing. Allah berfirman dalam ayat-ayatnya yang artinya....
1. .....mereka di beri buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya” (Al Baqarah: 25)
2. “(Bidadari-Bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam kemah” (Ar Rahman: 72)
3. “Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang (berakhlak) baik-baik lagi cantik-cantik” (Ar Rahman: 70)
4. “Dan kami jadikan bidadari-bidadari itu perawan. Penuh cinta kasih lagi sebaya umurnya. Kami ciptakan mereka untuk golongan kanan” (Al Waqiah: 36-38)
Ditemani “Kitaro Sozo” derai air mata membanjiri pipi keduanya. Seakan Allah sedang berbicara pada kedua hamba tersebut. Menjelaskan tentang sebuah makna ikhlas dan sabar. Anehnya, wanita itu ikut merasakan sakit mendalam, begitu menyayat hatinya. Luapan tangis tak bisa terhentikan, sesak akan ketangguhan sosok itu, kesedihan, keprihatinan, penderitaan, hanya itu yang menemani tiap langkahnya. Mereka hanyut dalam kenestapaan dunia yang telah menipu dan tak menjanjikan kebahagiaan itu. Hembusan nafas cinta tulus mulai mengalir dalam setiap untaian doa-doa wanita itu. Seketika, sosok tersebut bangkit dan menemukan kekuatan baru di sisi wanita itu. Tak ada yang mengira, wanita itu bisa mengisi jiwanya yang kosong, dia hiasi kasih yang tulus, tanpa pamrih mencinta. Semakin jauh, predikat seorang “ayah” dia temukan pada sosok Adam itu. Sosok itu begitu “ngemong” dan melindunginya. Dia bertekad, tak mau melihat “ayahnya” sedih. Dorongan itu yang selalu membuatnya yakin, dia akan bisa membuat visinya terwujud, bahwa takkan ada kesedihan yang mewarnai dunia, justru senyum syukur dari setiap wajah hamba-hamba ciptaan-Nya.
Seiring bergulirnya waktu, mereka terlihat akrab. Keakraban dimulai saat keduanya akan beranjak shalat Ashar. Di sebuah kota besar, ketika itu hujan begitu lebat dan susah menemukan akses untuk menunaikan shlat di masjid, tapi hujan tak meruntuhkan niatnya. Dengan ayuhan ojek becak, di bawah hujan, untuk pertama kalinya mereka dapat mengenal lebih dekat secara lahiriah. Sebuah masjid besar menjadi saksi bahwa kebersamaan mereka tiada sia-sia. Seusai shalat, mereka berkeliling kota sambil membangun kenangan. Mereka terlihat akrab, berjalan berdua di bawah lebatnya hujan. Hujan sama sekali tak menghalangi kebersamaan mereka, justru menambah suasana penuh romantisme di waktu senja yang dingin itu.
Waktu terus bergulir...
Hampir hari-harinya terhiasi dengan kasih wanita itu. Mereka mulai menjalin kedekatan, nyaman yang sama-sama mereka rasa. Di sela kesibukan, mereka selalu memanfaatkan waktu luang, layaknya seorang anak kepada ayahnya, mereka tak segan pergi berdua, menikmati perjalanan di sepanjang kota, ditemani lantunan “for the rest of my life” yang begitu romantis, tak lupa dengan sedikit tambahan guyonan yang khas dari keduanya yang dapat mencairkan suasana. Di suatu tempat mereka singgah untuk menunaikan shalat berjamaah berdua di sebuah masjid di pinggir kota. Pemandangan yang langka bagi wanita itu, bahwa dia tak pernah merasakan kedamaian seperti ini yaitu bersama sosok lelaki yang sedang bersamanya sekarang. Seusai shalat, Allah membuka mata hati sosok tersebut dengan menyingkap rahasia kecantikan wanita yang sedang bersamanya. Betapa kagumnya sosok itu pada keindahan wanita ciptaan-Nya itu. Mengusir segala lara di dada, menghadirkan sejuta ketenangan dan cinta. Sosok tersebut telah bangun dalam tidurnya, dia benar-benar baru sadar kalau wanita itu cantik, tapi dia tak memprioritaskan kecantikan jasmani sebagai hal utama. Saat berdua bersamanya, perasaannya sebagai seorang lelaki muncul. Allah mungkin ikut dalam mengatur skenario ini. Sosok itu yakin bahwa dia masih sebagai anak Adam yang masih sempurna. Terbawa dalam heningnya suasana usai Dhuhur dan... dalam ketenangan, sosok itu dengan lembut mencium bibir wanita itu. Tak ada sedikitpun nafsu jahat untuk melukainya, tak ada hasrat birahi untuk mengakhiri semua keindahan sementara yang baru dia peroleh, yang ada hanya cinta dan kasih sayang tulus. Astagfirlah... Allah benar2 menyaksikkan keduanya, dan perasaan takut pun sempat menyelinap, tapi mereka tahu bahwa mereka adalah manusia, yang diciptakan sempurna karena itu manusia penuh dengan kekurangan. Mereka pun malu pada diri sendiri, merasa hina di hadapan-Nya. Tapi entah mengapa, kejadian itu tak membuat mereka semakin menjauh apalagi saling benci, justru semakin erat dan dekat dengan rahmat-Nya. Alhamdulillahirobbil’alamin.
Kedekatan mereka sudah sampai pada tahap sangat akrab, tapi masih dikatakan dalam batas wajar dan tak merugikan keduanya. Sampai pada akhirnya mereka mengikuti sebuah vacation ke Pulau Dewata yang diselenggarakan lembaga setempat. Dalam 1 bus mereka berbaur dengan peserta yang lain. Kembali, mereka mengukir kenangan indah tak terlupa. Makan bersama, bercanda, saling melontarkan ejekan-ejekan menghibur, tak lupa akan hobi mereka yang sama, yaitu hunting. Pantai menjadi salah satu memory list yang tak terlupa, bermain derai ombak, berdua sambil mengabadikan kebersamaan mereka dalam lensa kamera. Pose yang sedikit mesra sempat mereka rekam, layaknya pasangan yang ingin menikah, kesan seperti preweed photo sempat dilayangkan pada mereka, yang pastinya akan terukir dalam sebuah album kenangan yang tak akan lusuh dimakan waktu. Tak hanya itu, sebuah danau indah dikelilingi pegunungan yang diselimuti kabut tebal juga menjadi saksi kebersamaan mereka, kembali dengan setia kameranya mengabadikan moment itu, tak ingin meninggalkan kebutuhannya, ucapan syukur atas kebesaran-Nya dan anugrah terindah ini, mereka segerakan tunaikan shalat. Begitu seterusnya, hingga senja mengundang mereka untuk mengakhiri sejenak kebersamaan mereka. Dalam perjalanan malam, mereka kembali merajut benang-benang kenangan cinta, disaat sosok itu bermunajat pada Sang Maha Agung, disisinya terlukis seraut wajah terlelap dalam mimpi yang mampu menenangkannya. Wajah itu penuh kasih dan ketulusan, damai, dan tak ada kebencian memandangnya. Bersama lantunan ayat-ayat yang diucapkannya, meyakinkan bahwa wanita itu adalah sosok bidadari yang akan bersamanya di surga. Pikiran itu seakan berbisik padanya, dan terus merasuk dalam kalbunya. Tak ada bosan menatapnya dalam keheningan malam, ingin raganya memeluknya, menyandarkan kepalanya dalam pangkuannya sambil melantunkan janji sejati nan penuh kasih hingga pagi menjelang.
Sementara itu, wanita yang kesehariannya memanggil sosok itu dengan sebutan “abie”, merasakan hal yang kembali dia rasakan seperti dulu ketika bersama orang yang juga pernah menghianatinya. Tapi dia tak menemukan penghianatan di dalamnya, malah sebuah ikrar yang bersih dari jiwa yang tulus. Dia bingung akan perasaannya, “mengapa seperti ini, dia kan, ayahku?” pertanyaan itu menghadirkan konflik yang tak bisa dihindarkan. Pro dan kontra terus berkecamuk dalam hati kecilnya. Dia tak dapat menghentikan rasa itu, dia merenunginya, “apakah jalanku benar, mencintai sosok imam bagi sebuah keluarganya?” apa yang harus kulakukan, Ya Allah? Wanita itu tahu diri, dia tak ingin ditunjuk sebagai penghancur RT seorang. Hati nuraninya bicara, wanita itu tak mungkin menghapus perasaan itu. Dia makin merasa bersalah, dia tak bisa memberikan sepenuhnya cinta pada sosok itu. Allah mengijinkannya untuk menjalin cinta itu, apa adanya dan mengalir seperti air. Hingga waktu menjawabnya perlahan, ketika keduanya menyadari bahwa mereka membutuhkan keinginan untuk bersama, perasaan nyaman, damai, tak ingin kehilangan satu sama lain. Tak ada yang bisa dipungkiri kalau mereka memang benar-benar jatuh cinta. Mereka saling mengagumi, bukan paras rupawan, kesempurnaan fisik yang membuat sosok itu hanyut dalam belaian kasihnya, tapi ketaatan pada Sang Kuasa, kepolosan, dan kegigihan menguatkan dirinya dalam setiap kondisi begitu juga sebaliknya, wanita itu mengatakan kalau dia mencintainya karena Allah, tak ingin jadi penghalang dia beribadah kepada-Nya. Mengejutkan, sosok itu menyangkal pernyataan itu, bahwa wanita itu merupakan jalan yang bisa membawanya menuju Rahmat dan Ridho-Nya sekarang. Dia dapat mendakwahkan perintah-perintah-Nya dan mengajarkan cinta Allah padanya.
Wanita itu mampu merobohkan dan meruntuhkan tekad kuatnya yang dulu berpaling dari cinta. Mereka tak bisa mengendalikan diri, cinta itu makin tumbuh, semakin mereka halangi perasaan itu, makin terasa kalau mereka sudah buta oleh cinta. Subhanallah, ternyata Allah masih menunjukkan kebesaran-Nya. Allah tak mematikan hatinya, sosok itu begitu menyambut anugrah dari-Nya. Allah hadirkan cinta sejati dari sosok wanita yang begitu tulus mencintainya. Allah menyemaikan cinta, cinta yang dulu dia kenal adalah semu, cinta yang masih berbaur dengan hiruk pikuk dunia, tak terdapat ketulusan di dalamnya, kini dia menemukan cinta yang sesungguhnya dari wanita tersebut, ikhlas tanpa harus meminta yang lebih baik. Dari lubuk hati paling dalam, dia merintih, memohon agar mungkin dia bisa hidup bersamanya, menikahinya, membangun rumah tangga di bawah naungan Ridho-Nya, menjadi imam yang bisa membawanya dalam surga abadi
Tapi, di sisi lain...........
Kembali, kenyataan yang seakan membuat dirinya terjerat mengancam mimpi indahnya itu. Dia tak berani berharap terlalu banyak untuk memaksakan kehendak dan cinta. Dia cukupkan perasaan cintanya itu dengan tak mencoba memilikinya. Kesedihan kembali menggelayutinya. Rasanya dia tak mungkin menikahinya, menghabiskan waktu bersamanya di dunia ini, dia sadar wanita itu masih memiliki masa depan yang panjang, menitih karir dan memilih jalan hidupnya bersama lelaki yang dipilihkan Allah untuknya. Sosok itu harus kembali terluka, merelakan hatinya tersayat, jikalau wanita yang amat dicintainya itu harus bersanding dengan lelaki lain. Dia tak bisa berbuat apa-apa, dia hanya berjanji akan selalu mencintai dan menyayangi wanita itu sepenuh hati sampai akhir hidupnya, bermodal keyakinan bahwa wanita itu terbaik untuknya. Sosok itu mengorbankan segalanya, ingin membahagiakannya di sisa hidupnya, membawanya ke jalan-Nya, membimbing dengan penuh sabar, hingga dia bisa menjadi sosok wanita terbaiknya nanti di surga-Nya. Dia berharap semua bisa berakhir dengan senyuman melihat mutiara kehidupannya bersinar, bahagia...
Tapi, sebagai hamba yang beriman kepada-Nya, dia percaya pasti kehidupannya kelak akan 10000 jauh lebih baik dari sekarang. Dia bahagia menjalani hidup, walau dengan seribu angan, harap, dan penantian panjang daripada meratapi kehidupan nyata yang membuatnya bagaikan terperangkap dalam samudra luas yang berbahaya dan tak seorangpun mampu menjangkaunya.
Dalam benak, terbayang sosok tangguh bersama wanita itu, mengenakan sutra serba putih bersih, halus, wangi, dan indah tak ada celah sedikitpun untuk menampakkan aurat mereka. Mereka terlihat muda, gagah dan anggun, serasi dan sebaya. Mereka adalah pasangan yang saling mencinta, mengasihi penuh kasih sayang tulus. Mereka berpegangan tangan erat dan makin memantapkan langkah, berjalan ke sebuah tempat terindah. Melangkah, tapak demi setapak, dan sampailah pada tempat dimana terdapat hamparan tanah subur dan seketika mata memandang tak satupun ditemukan kecacatan, hanya sebuah kesempurnaan... tempat yang tak pernah terjamah oleh siapapun, tempat itu penuh dengan taman-taman indah, suara sungai-sungai mengalir, langit yang cerah ditemani hembusan lembut angin yang menerpa tubuh mereka. Mereka berpijak pada suatu bukit yang tinggi dan subur. Mereka berhadapan, berpandangan, tatapan yang amat tajam dan kuat meyakinkan bahwa cinta mereka kelak akan abadi. Satu demi satu kata dirumuskan, hingga tersusunlah seuntai karya bermakna....
Ost. Sebait Kisah Cinta Abadi (Kitaro Sozo)
Pernah terjalin begitu indah
Tentang asa..... tentang cinta..
Walau tak akan berujung bahagia..
Kasih, di sisimu tiada nestapa
Kita ayunkan langkah berdua dengan canda tawa ceria
Senyum manis, kerlingan manja
Sejenak terlupa akan luka
Yang menunggu di akhir jalan kita
Kasih, jika jalan kita harus berbeda
Dan langkah kita harus terpisah jua
Jangan kau pernah lupa
Bahwa di suatu masa kita pernah saling mencinta
Jangan beri akhir pada kisah kita
Biar abadi dalam jiwa
Bagai bunga yang tak layu oleh masa
Bersemi semerbak mewangi selamanya
Andai ku menutup mata
Siramilah cinta kita dengan untaian doa
Teriring keyakinan pada-Nya
Kan kunanti kau di surga
Seuntai makna cinta itu, dia ucapkan tulus dari lubuk hatinya pada wanita pujaannya itu. Laluu... sosok itu mendekat, berucap “pejamkan matamu, kasih” , ciuman lembut, penuh kasih dia layangkan pada kening wanita itu, seakan dia telah memilikinya selamanya. Hati yang terpenuhi dengan derita dan derita perlahan sirna dan berubah menjadi bahagia, bebas dari belenggu dunia. Tak ada yang bisa menghalangi mereka, mereka menikmati kilau suasana surga. Penuh senyuman lepas, mencapai kemenangan atas perjuangannya melawan proses “cuci pakaian”, pakaian yang dahulu lusuh, kotor, dan tak layak pakai sebagai predikatnya hidup di dunia, berubah menjadi sutra yang tak bisa terbayangkan bagusnya oleh mata dunia, dan penghargaan menjadi hamba yang tinggi derajatnya disandangnya kini. Dalam kalbunya, dia ungkapkan perasaan tulusnya pada wanita itu, “I will always love you n never leave you”. Seakan tak ingin kehilangannya, sosok itu memeluknya dalam kehangatan dan kedamaian. Mereka menyatukan janji dalam ikatan suci dan sakral, mereka di saksikan para malaikat-malaikat surga. Allah benar-benar sedang tersenyum melihat mereka. Mereka bahagia, kekal abadi bersama selamanya dalam surga-Nya.
Theme song :
1. Kitaro Sozo
2. Doaku Untukmu Sayang_Wali
3. Sayang Lahir Bathin_Wali
4. For The Rest Of My Life_Maher Zain
No comments:
Post a Comment